Tole -1
Posted by sibirong on June 8th 2010, 5:25:42 AM

Ini cerita tentang Tole, pria muda berusia 28 tahunan. Statusnya masih lajang, meski punya pekerjaan keren, pendidikan mentereng, maklum ia salah satu peraih scholarship bergengsi Erasmus Mundus untuk menimba ilmu di dua kampus elite Eropa dan usai lulus sempat kerja di Italy 2 tahun. Selain itu, ia punya bisnis sampingan yang lumayan yakni punya franchise laundry dan kafe penikmat kopi, serta ketekunannya berinvestasi di beberapa perusahaan sekuritas. Singkatnya, Tole adalah simbol kemapanan di usia muda.

Suatu sabtu sore, Tole janjian di sebuah mall dengan seorang sobat lama, Kotrik. Baru saja tiba, hp nya berdering, Kotrik meminta maaf kemungkinan terlambat lebih dari satu jam, karena masih terjebak macet di tol Cibubur, biasanya sih ada kecelakaan, katanya.

Daripada bengong, Tole melangkahkan kakinya ke toko buku. Ia menuju gerai arsitektur dan desain interior – rumahnya yang baru saja ia beli, masih orisinil alias jadul dari pemilik lama. Luas tanah sekitar 120 m2, namun lokasi strategis dekat dengan akses menuju pusat kota. Tole berpikir ingin merenovasi biar tampak fungsional – minimalis.

Setelah beberapa saat melihat-lihat, ia menyisihkan 3 buku: renovasi rumah, desain interior, dan sol dapur lengkap dengan kitchen set (sejak merantau usai tamat SMA, Tole adalah hantu dapur, dengan menu andalannya: rawon, tongseng, chinese food dan beragam seafood). Dengan khusyuk, ia membuka lembar demi lembar, sebuah buku tentang taman . Lamat-lamat, telinganya mendengar keributan kecil di dekatnya. Kiranya, seorang bapak yang ditaksirnya berusia 40-an, dan ketiga anak kecil, 2 anak laki-laki dan satu anak perempuan, yang paling besar paling berusia 10 tahun, dan adik-adiknya sekitar 8 dan 6 tahun.

Bapak itu berpenampilan sederhana, mengenakan kemeja krem polos, dengan celana kain. Beberapa bagian rambutnya mulai memutih. Sepotong tangan mungil menarik-narik tangan bapak itu. Tangannya memegang buku cerita bergambar yang tebal. Tole melirik sekilas, sebuah ensiklopedia ilmu pengetahuan.

“Ayolah pak, aku pengen ini ya.” ujar si pemilik tangan mungil itu, bocah laki-laki paling kecil. Si bapak termenung, setengah menggeleng. Sementara, anaknya yang lebih besar, bocah perempuan, memegang kotak pencil berwarna merah jambu, lengkap dengan peralatan tulis. Tangan kirinya memegang buku bergambar, dengan sampul gadis kecil di atas meja kerja, kiranya ia tertarik dengan judulnya: kerajinan tangan untuk liburan. Sementara, si sulung, bocah laki-laki yang mengenakan seragam nasional Brazil berwarna kuning terang, agaknya lagi keranjingan piala dunia, tangan kanannya menenteng buku seluk beluk piala dunia Afrika Selatan 2010, tangan kirinya menenteng peralatan menulis dan buku kosong.

Si bapak, menghela nafas sejenak, kemudian berbisik lirih ke telinga si kecil, “Aduh nak, buku ensiklopedia ini mahal. Bapak tidak bawa uang yang banyak. Kalian minta ke sini, untuk beli peralatan tulis dan buku kosong.”

Si kecil masih merengek-rengek. Sementara, anaknya yang perempuan menjawil bapaknya.

“Kalo buku ini boleh dibeli ngga pak?” ia menunjuk buku seni kerajinan tangan. “Aku mau bikin perkakas sendiri buat rumah kita selama libur panjang.”

Disambung sang sulung, “Pak, aku ambil ini ya. Buku bergambar piala dunia. Di dalamnya ada kupon undiannya pak, kalo aku kirim dan menang, hadiahnya laptop. Trus, ada bonus poster team nasional Brazil.” Penuh semangat, ia menunjuk sampul depan buku tersebut, dengan cover Christiano Ronaldo dan Messi sedang beraksi. “Aku mau jadi pemain bola seperti Messi Pak, banyak uangnya, milyaran. Tapi aku juga pengen sekolah insinyur Pak!” kata si sulung.

“Aku mau jadi dokter pak, boleh khan?” sambung si anak perempuan.

Si Bapak tersenyum,”Boleh saja. Allah akan mengabulkan cita-cita kalian, asal sekolah yang rajin."

Si bungsu ikut-ikutan,”aku pengen jadi penjaga gudang, seperti bapak.”

Kakak-kakaknya tertawa. Tole membatin. Oh, kiranya si bapak adalah seorang penjaga gudang, Berapalah penghasilannya sebulan. Ensiklopedi itu paling tidak berharga 200 ribu.

Hening sejenak. Kemudian terdengar suara si sulung, kembali mencoba merayu ayahnya. “nah, kalau gitu, aku bisa ambil buku piala dunia ya pak?”

“Iya pak, sekali ini aja, aku ingin bikin kerajinan dari bambu, daripada jadi semak-semak di belakang rumah kita,” sambung si bocah perempuan.

Si bapak menunduk, bingung. Dibukanya dompet lusuhnya, jemarinya menghitung uang di dalamnya. Ia menggeleng lemah.

“Waduh, nak, uang bapak benar-benar ngga cukup. Lain kali ya, kalo rada longgar."

Si bungsu masih merengek, si bocah perempuan cemberut, si sulung mendengus kecewa. Direngkuhnya si bungsu dan dipeluknya. Tangan kanannya mengelus rambut anak perempuannya. Si sulung Bersungut-sungut berjalan cepat, mengembalikan buku piala dunia nya. Mata bapak tersebut berkaca-kaca.

Tak tega menatap ayahnya, si anak perempuan menggamit lengan ayahnya. “Ngga papa deh pak, lain kali aja. Tapi pulangnya ntar aja ya, aku masih ingin baca-baca di sini ya.”

Si bungsu menyambung,”Betul betul betul. Kalo buku ini terlalu mahal, aku baca di sini saja pak.”

Tole, hanya 2 langkah dari mereka, mendengar dan menyaksikan itu semua. Terasa ulu hatinya perih, matanya menerawang jauh. Kemudian, ia bergegas menyambar 3 buku yang tadi disisihkannya, kemudian menuju bagian aksesories, menyambar sehelai amplop, lalu menuju kasir. Setelah membayar, Tole mengeluarkan 5 lembar uang pecahan seratus ribu, memasukkannya ke amplop.

Ia berbicara kepada seorang petugas perempuan di dekatnya.

”Mbak, mohon maaf ya mengganggu sebentar."

Petugas itu menoleh.

“Ada yang bisa saya bantu pak?”

“Begini mbak, saya minta tolong, mbak bisa khan memberikan amplop ini ke bapak yang di pojok sana itu, bagian buku anak.”

“Yang mana pak? banyak orang di sana.”tanya si petugas.

“Itu yang pake baju krem polos, celana kain biru, sama 3 anak kecil. Bisa lihat khan sekarang?”

Si petugas mengangguk,”iya, saya lihat pak.”

“Nah, saya nitip amplop ini buat bapak itu. Jangan bilang ini dari saya, tolong banget ya mbak. Bilang saja, buat beli buku yang diinginkan anak-anaknya”

Si petugas mengangguk, setengah bingung. Namun diterimanya juga amplop itu. Kemudian ia berjalan menuju pojok tersebut, berbicara sejenak kepada si bapak, dan menyodorkan amplop tersebut. Mulanya si bapak menggeleng dan menolak. Namun, si petugas kembali menyodorkan, setengah memaksa. Si Bapak menerima amplop itu dan membukanya. Paras mukanya berubah, menggeleng tak percaya, kemudian ia menyapu pandangannya, seakan-akan mencari orang baik hati itu. Karena banyaknya pengunjung, tentu si bapak tak bisa menduga-duga, siapa gerangan? Si bapak berkali-kali menyampaikan terima kasih pada si petugas, yang segera berbalik dan menuju tempatnya semula.

Sesaat kemudian, anak-anaknya mendekat. Si bapak menunduk, berbicara kepada mereka, dan si bungsu terlihat loncat-loncat kegirangan.

Tole tersenyum haru menyaksikannya. Kemudian keluar dari toko buku itu, menuju kafe di lantai atas. Sembari jalan, ingatannya melayang jauh, membangkitkan sepotong kenangan. Belasan tahun lalu.

(to be continued)