OJEK OJEB
Posted by sibirong on June 2nd 2010, 5:33:00 AM

Ini penyakit klasik yang diidap lajang jomblo, ketika liburan, bengong bin bingung, mo ngapain ngabisin waktu. Setelah kerja keras peras keringat di lapangan untuk start up pabrik lengo, Bunali dapet cuti 2 minggu. Baru semalam Bunali tiba dari Balikpapan, langsung ke rumah tantenya, dari pagi sampe siang Bunali kerjanya nonton infotainment, nyetel dvd, browsing, trus tidur-tiduran, lewat tengah hari, perutnya merintih kelaparan, Bunali cari makan ke mall puri Indah, tinggal nyeberang jembatan Puri Kembangan, itung-itung joging 20 menit.

Di rumah tantenya, hanya tinggal seorang pembokat lugu dan (kadang-kadang) bego bernama Ram, gadis kurus kering bin ceking, asli dari salah satu ndeso katro’ di Magelang, ia jarang makan nasi, makannya hanya kerupuk dicucul sambal (masih untung ngga mbadhok beling, sawangane kuda lumping).

Ram, nama lengkapnya Ramirah, tapi Bunali sering memanggilnya Ramirez, biar agak2 latin geto, asal jangan Ram Punjabi..hehehe. Menjelang sore, hpnya berdering, kiranya tantenya menelpon.

(tanteku ini adik bokapnya Bunali, sementara tinggal sendiri di rumah dinas ini, karena anak-anaknya tinggal & sekolah di Bandung ikut suaminya yang dinas di sana 2 tahun terakhir, sejak pulang dari Chicago dan menggondol master ekonomi beberapa tahun lalu, karirnya moncer di departemen keuangan)

“Bun, tante ntar sore ada rapat, mungkin sampe jam 11-an, kamu santai2 aje ya.”

“Beres tante, aku mungkin mo ke gramedia kebon jeruk.”

“Apik lek ngono, oh ya Bun, kalau mau jalan-jalan, bawa aja sepeda motor Oom’mu, sudah seminggu ngga dipanasin. Minta kuncinya sama Ram, STNK nya juga ada di dalam dompet kunci itu.”

“Wah, boleh juga tuh, thanks tante.”

Singkat cerita, sore itu Bunali menjajal yamaha yupiter oom-nya, tak sampai 15 menit, sampailah ia ke gramedia. Namanya juga orang lagi ngga ada kerjaan, Bunali jumpalitan, mulai dari ngubek-ngubek buku baru, terus ke buku laris, novel-novel, manajemen, rak majalah, sampe buku anakanak, bahkan peta kuliner, semua dilahap. Lagi-lagi, jam biologis di perutnya memanggil, tak terasa sudah hampir jam 6 sore. Bergegas Bunali ke kasir dan menyodorkan 2 novel thriller favoritnya.

Keluar dari tempat parkir, Bunali sengaja mengendarai motornya pelan-pelan, kiranya ia mencaricari letak warung ayam bakar, ia rada-rada lupa di mana posisinya.

Sambil tolah-toleh, mendadak, ia dikejutkan oleh lambaian tangan seseorang yang berdiri sekitar 5 meter dari nya. Ia memperlambat laju motornya. Seseorang itu, adalah sosok gadis, berambut hitam lurus sebahu, diterpa temaram lampu jalan, terlihat wajahnya putih bening, tinggi sintal 167-an cm. Satu kata C-A-K-E-P!

“ojek ya bang.” begitu kalimat pertama yang terlontar dari si gadis, ketika Bunali menghentikan motor tepat di hadapannya, kita sebut “ojek loyalty customer”.

Sebenarnya Bunali sudah mau menggeleng, dan melanjutkan hajatnya mengisi perutnya yang lapar, namun, ketika ditatapnya paras sang gadis yang penuh harap, ia hanya mengangguk, pelan.

“taman meruya ilir ya, bang.”

“GUBRAK!!! Itu khan kompleks rumah tante ku,” batin Bunali.

“blok apa mbak?”

“blok G2 no. 10.” jawab si mbak.

“halah, tetanggaan donk kita” pikir Bunali. Rumah tantenya di blok F5 no. 12. selain itu, Bunali tak habis pikir, koq bisa ia disangka tukang ojek. Sembari menyusuri jalan, Bunali melirik tampilannya, celana levi’s 505, polo t-shirt jack nicklaus, 1-2 semprotan si obat ganteng, bvlgari for men, dan rompi kulit yang tadi ditemukannya di atas jok.

Semilir angin kering, hari-hari menjelang kemarau, menerpa wajah Bunali, yang melirik dari kaca spion, sepotong paras paduan keanggunan Maudi Kusnadi, ditimpa bibir tipis Asmiranda, dan kerjap mata Velove Vexia, ah…beruntungnya aku membonceng gadis cantik hari ini, pikir Bunali, sedikit ngawur.

Misteri mengapa ia disangka tukang ojek terjawab tuntas ketika ia melintas di putaran komplek perumahan Meruya Ilir, beberapa tukang ojek, yang ngetem di sana, kompak dengan rompi hitam yang mirip dengan rompi yang ia kenakan, di belakangnya tertulis OMI Club, Ojek Meruya Ilir, ceileee……asem!!!

Beberapa menit kemudian…

“Di sini aja bang.” Si gadis kemudian turun, dan menyodorkan selembar uang bergambar tatapan aristokrat sang sultan Palembang, ceban alias 10 ribu rupiah. Bunali nyengir, tangannya tak menyambut.

“Tidak usah mbak.”

“Lho, apa masih kurang, bang, Biasanya juga segitu.”si gadis menyahut heran.

“Sekalian saya pulang koq, lagian saja juga ngga ngojek tadi.”

“maksud abang, hari ini lagi ngga ngojek?”

(Bukan DODOL, gw bukan tukang ojek!)
“maksudnya, saya tuh bukan tukang ojek.”

“Hah?!?!?” sergah si gadis, kaget campur tengsin.

“Aduh, gimana ini, maaf banget lho bang, jadi merepotkan. Maaf bener ya.”

“ngga papa mbak, saya malah seneng koq ada temen bareng pulang.”

“lho, abangnya tinggal di sini juga?”

Bunali mengangguk “iya, di blok F5, jalan sebelah barat.”

“waduh, saya jadi ngga enak nih…biar impas gimana ya bang?” si gadis salting, sambil mengetok2kan hpnya ke pipinya yang bersemu merah jambu.

Bunali tersenyum konyol. “cukuplah, aku bisa kenal nama mbaknya.”

Kemudian, si gadis nyodorin tangan.

“Wening”

“Bunali.”

“Wening sudah lama tinggal di sini?”

“baru 4 bulanan, bang. Ini ikut temen yang sudah lama di sini, sebelumnya saya tinggal di Solo.”

“Oo gitu, sekarang kuliah apa kerja?”

“saya pindah ke Jakarta, karena mau cari kerja, untunglah dah 2 bulan ini dapet kerja di kantoran.”

(Solo emang dikenal menghasilkan varietas padi yang unggul, pulen dan tahan wereng. Lazimnya, gadis solo ramah dan renyah).

Singkatnya, Bunali menghabiskan liburannya dengan Wening, sang kenalan anyar.

***

4 hari lagi, Bunali harus kembali ke ladang pengabdian. Berat rasanya, meninggalkan Wening yang manis, lezat dan menggemaskan.

“Wening, selama di Jakarta, kamu sudah pernah pelesir ke Ancol?”

“Selama di sini sih belum sempat mas (Bunali emoh dipanggil abang, terkesan ngga njawani). Tapi kalo ke Ancol sih ya pernah lah pas liburan beberapa tahun lalu. Napa mas?”

Bunali inga-ingi, padahal dia pengennya sabtu-minggu besok, seharian penuh bersama Wening.

“aku dari dulu pengen banget ke pulau seribu, mas, di Solo khan ngga ada laut.”

TUING! TUING! TUING!
“mau kalau kuajak ke sana?” Bunali spontan menawarkan (kalo yang beginian, processor Bunali bagai Pentium Core 2 dengan software Android).

“bener mas?” balas Wening berbinar2.

Bunali mengangguk pelan. “pulau Ayer ngga jauh koq.”

“asyik……”Wening teriak girang, jemarinya menggenggam tangan Bunali, Bunali pringas-pringis.

INILAH yang disebut OJEKOJEB alias OJEK BEJO!

bersambung